Karya : Dr. HM Afif Hasan
Nuriska.id – Wacana utama tentang kepesantrenan memang tidak pernah menemukan kata selesai untuk diperbincangkan, apalagi bagi masyarakat di wilayah madura. Pesantren sudah menjadi ruh (tidak hanya institusi formal) bagi masyarakat madura, acapkali predikat “kemusliman” seseorang diukur dari seberapa lama ia menghabiskan hidupnya di dunia pesantren. Hal ini wajar mengingat pesantren menjadi Centra Activity alternatif bagi umat muslim yang ingin memperdalam ilmu keislamannya. Pesantren memiliki modal kuat berupa keteguhan dan ketekunan santrinya dalam mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadist berikut tafsir para mufassir terhadap dua pegangan fundamental Islam berupa kitab-kitab klasik yang dikarang oleh para ‘alim pada setiap generasi, hingga secara genealogi muncullah estafeta ideologi Islam yang melewati beberapa zaman, mulai zaman Rasulullah, Sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in hingga masa sekarang ini.
Perjalan historis agama Islam yang panjang tersebut pasti juga menimbulkan konsekwensi terhadap keaslian dan kesamaan ajaran Islam. Munculnya penafsiran para mufassir yang multiinterpretatif, dan juga menimbulkan ekses negatif terhadap umat yang mulai kebingungan untuk menemukan ajaran Islam yang paling pas, paling benar dan paling mendekati ajaran Islam pada masa Rasulullah, apalagi statement “ijtihad sudah berakhir pada masa Imam Syafi’I dkk,” seakan-akan memperparah kondisi keislaman pada masa postmodern ini.
Selanjutnya, pengaruh globalisasi dengan berbagai dimensi yang dibawanya juga menjadi faktor penyebab lain terhadap parahnya kondisi umat Islam. Sekularisme, pluralisme, dan liberalisme menjadi isu sentral yang masuk ke semua lini kehidupan umat yang pada akhirnya juga merambat keyakinan keberagamaan umat. Itulah Grand Issue yang diangkat oleh Dr. HM. Afif Hasan M, Pd. Dalam bukunya yang berjudul Fragmentasi Ortodoksi Islam “Membongkar Akar Sekularisme”. Dengan menggunakan analisa kantradiksi-komparatif. Beliau mampu mengungkapkan polemik keislaman yang terjadi di dunia pesantren dan seluruh dimensi yang berafiliasi dengan dunia pesantren.
Live streaming penutupan RIC 2022 Nurul Islam, klik link berikut untuk menontonya kembali :
Video Live streaming penutapan RIC 2022 Jangan Lupa like comment and subscribe!
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM : Pembususukan atau pembaharuan?
Sebagai bias dari dinamisnya zaman, pemikiran Islam juga mengalami pergeseran, munculnya sekularisme agama, pluralisme agama dan liberalisme agama merupakan khazanah dari dinamika pemikiran Islam yang mengalami benturan dengan dinamika zaman. Akan tetapi pertanyaannya adalah, apakah munculnya Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme merupakan bentuk pembusukan pemikiran Islam?
Hassan Hanafi dalam sebuah tulisannya tentang “Islam Kiri” mengatakan bahwa orang Islam harus melakukan analisa terhadap realitas sosial umat yang terjadi dalam dunia Islam, sehingga memiliki rasionalisasi untuk merevitalisasi kemurnian ajaran Islam. Hal ini wajar mengingat mayoritas Umat Islam pada masa kini terjerembab di “dunia ketiga” sedangkan non Islam yang nota bene adalah “Kompetitor” dalam semua aspek kehidupan umat Islam berada dalam garda terdepan. Pada akhirnya mayoritas Umat Islam pun mengalami “penjajahan” dengan style dan system baru. Islam tidak lagi memiliki taring untuk menyaingi terobosan akseleratif non Islam dalam menghancurkan keteguhan iman umat Islam.
Kondisi tersebut sangat berbeda dengan kondisi pada masa para sahabat dan tabi’in, imprealisme baru yang dilancarkan melalui multimedia menjadi pukulan telak namun halus bagi umat Islam. Maka apa yang dikatakan oleh Hassan Hanafi tersebut sangat relevan untuk dilakukan oleh umat Islam. Akan tetapi, hal itu akan melahirkan interpretasi beragam sebagai hasil dari penafsiran realitas yang dikomparasikan dengan nash Al-Quran dan Al-hadist. Salah satu interpretasi yang muncul adalah tiga isu di atas yang oleh Dr. HM. Afif Hasan M, Pd. dikatakan sebagai sekularisasi Agama yang mengancam terhadap orisinilitas ajaran Islam, maka hal itu dikatakan sebagai sebuah pembusukan pemikiran Islam.
Buku ini juga menbincang tentang Khilaf Fil Fiqh yang terdapat dalam fenomena sosial masyarakat muslim, hal ini berkaitan dengan multitafsir yang dilakukan oleh beberapa Imam dan kemudian menjadi Madzhab Organisasi masyarakat Islam di lindonesia. Ada banyak contoh khilaf fil fiqh yang diangkat dalam buku ini, dan perbedaan madzhab ini ternyata mengakar pada diri anggota ormas Islam di indonesia sehingga seringkali menimbulkan saling hujat dan saling ejek.
Baca Juga : Tim Nuriska.Id Bentuk Kontributor Di Setiap Unit
Dahulu, salah seorang Guru saya menceritakan sebuah Anekdot ; “Pada suatu hari terjadi kecelakaan di depan rumah seseorang, kemudian si tetangga ingin meminta bantuan pada si pemilik rumah yang ternyata muslim, tapi si muslim bertanya pada si tetangga apa agama orang yang kecelakaan itu, si tetangga menjawab agamanya Kristen. Lantas si muslim berkata, sudah tidak usah di bantu dia tidak seagama dengan kita. Keesokan harinya terjadi kecelakaan lagi, si tetangga kembali meminta bantuan kepada si muslim, si tetangga berkata ; pak, sekarang yang kecelakaan beragama islam, tapi si muslim masih bertanya pada si tetangga, dia Muhammadiyah apa NU? Si tetangga menjawab, dia Muhammadiyah pak. Si muslim berkata, sudah jangan di Bantu dia tidak se madzhab dengan kita. Keesokan harinya terjadi kecelakaan lagi, si tetangga datang lagi ke rumah si muslim dan berkata, kali ini yang kecelakaan Islam NU. Si muslim bertanya lagi, dia NU PKB apa NU PPP? Si tetangga menjawab dia Islam NU PPP. kalau begitu sudah jangan di Bantu karena dia tidak separtai dengan kita. Keesokan harinya terjadi kecelakaan lagi, si tetangga datang kembali kerumah si muslim dan berkata, kali lini yang kecelakaan Islam NU PKB pak, namun lagi-lagi si muslim bertanya, PKB Gusdur apa Muhaimin? Si tetangga menjawab Islam NU PKB Muahimin. Sudah kalu begitu jangan dibantu karena dia kubu musuh”
Anekdot di atas menggambarkan betapa parah dan rapuhnya persatuan dalam tubuh Islam, Islam mengajarkan bahwa Ukhwah tidak hanya Ukhuwah Islamiyah saja, melainkan Ukhuwah Basyariah juga. Jadi, meskipun bukan Umat Islam, persaudaran harus tetap dijaga. Namun, anekdot tersebut menggambarkan hal sebaliknya, persaudaraan telah terpasung oleh kepentingan, oleh sahwat kekuasaan. Dan anekdot selanjutnya akan lebih parah lagi, tidak ada lagi ukhwah Islamiyah karena Umat Islam mengalami parsialisasi yang mana antara satu dengan yang lainnya tidak memiliki rasa persaudaraan, maka kapan umat Islam bisa lepas dari Zaman Jumud ini jika umat Islam hanya sibuk mencari pembenaran bagi individu atau kelompok, serta tidak bersama-sama mencari dan memperjuangkan kebenaran!
Pendaftaran Santri Baru Nurul Islam Tahun 2022 pada link berikut → psb.nuriska.id
Oleh sebab itu, buku yang sangat lugas membahas polemik antar ormas ini sangat penting untuk dikaji sebagai penambah referensi kita dalam menjalani padang keberagamaan kita yang ternyata begitu tandus, demi tegaknya kembali panji Islam dan keluar dari zaman kegelapan ini, sudah saatnya umat Islam berjuang demi pembebasannya!
Salam Pembebasan!