KH. Moh. Ramdlan Siraj; Ajak Santrinya Ke Nahdlatul Ulama, Ini Alasannya.

Berita

Sumenep, (nuriska.id)- Usia Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 2021 genap 98 tahun, umur yang sangat matang melakukan grend ide, grend design, grend strategi dan grend control.

Secara khusus, KH. Moh. Ramdlan Siraj, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam, pada momentum harlah NU ke-98 tahun ini mengajak santri, khususnya santri Nurul Islam menjadikan organisasi NU sebagai pilihan yang tepat, selain jelas sanad keguruannya juga didirikan oleh KH. Moh. Hasyim Asy’ari.

“Tahaddus binni’am, keluarga besar Nurul Islam dari awal hingga kini tidak pernah tidak terlibat dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama, utamanya pada tingkat cabang”, cerita beliau, pada resepsi harlah NU ke-98 dan pelantikan pengurus PC NU Sumenep, Senin lalu (1/3).

Menurut beliau, Abahnya, almarhum KH. Moh. Sirajuddin, pengasuh dan pendiri pertama pondok pesantren Nurul Islam pernah menjadi wakil rais NU Sumenep di masanya dan selalu aktif mengikuti kegiatan bahsul masail.

Kemudian, lanjut KH. Moh. Ramdlan Siraj, almarhum KH. Hamdi Siraj, kakaknya, pernah juga menjadi wakil rais NU di Kabupaten Sumenep.

“Saya pernah juga menjadi ketua tanfidziah NU Sumenep (1991-1995) dan rais NU Sumenep dari tahun 1995 hingga tahun 2000”, tutur beliau.

“Setelah tahun 2000 saya ditaqdir menjadi Bupati Sumenep dua periode”, tambahnya.

Bahkan, lanjutnya, setelah menjadi Bupati Sumenep beliau oleh KH. Ahmad Basyir masih dipercaya menjadi wakil rais NU Sumenep.

“Sekarang (2020-2025) naik menjadi mustasyar NU Sumenep”, katanya, dalam pidato shahibul ma’had pada resepsi harlah NU ke-98 yang di tempatkan di pondok asuhannya.

Sementara, masih kata beliau, bahwa adik bungsunya yaitu KH. Ilyasi Siraj juga menjadi ketua tanfidziah NU Sumenep (2000-2005).

“Alhamdulillah, tidak pernah absen dalam kepengurusan NU di Kabupaten Sumenep” syukurnya.

Maka jika ingin menjadi aktifis organisasi keagamaan, pinta beliau, sesuai wasiat gurunya, KH. Zaini Mun’im, tidak boleh di luar jam’iyah Nahdlatul Ulama.

“Jadi nasabnya (ke-NU-an) jelas, jika ada di luar itu maka tidak menyadari kenasabannya”, tutup beliau. (Fik)

Bagikan