Konsep dan hukum jual beli online

Artikel Karya Ilmiah
Oleh : Ahmad Fauzul Adhim

Konsep Jual Beli Pada Masa Nabi Muhammad Saw

Setiap saat umat muslim tidak akan pernah lepas dengan bermuamalah, karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari maka bermuamalah dirasa sangat diperlukan. Para imam mujtahid telah memberikan batasan-batasan bagi umat muslim dalam bermuamalah melalui ijtihad yang mereka lakukan agar tidak keluar dari syariat.
Perkembangan zaman tentu berbarengan dengan perubahan-perubahan yang tidak sama dari setiap zaman, termasuk di dalamnya kebutuhan sehari-hari, budaya, adat istiadat, kebiasaan dan juga tata cara bermualah akan senantiasa berkembang. Kemudian, apakah ijtihad dari para ulama salaf (terdahulu) masih relevan untuk digunakan sampai sekarang?. Misalnya dalam jual beli; salah satu syarat dalam jual beli adalah yadan bi yadin (ada uang ada barang), si penjual dan pembeli harus bertemu secara langsung untuk melakukan transaksi. Sedangkan zaman sekarang, dimana transaksi bisa dilaksanakan melalui transfer antar bank tanpa adanya pertemuan antara penjual dan pembeli. Bahkan sekarang juga ada sistem jual beli online, dimana antara penjual dan pembeli tidak mengetahui satu sama lain dan pembeli dapat mengetahui barang beliannya melalui sampel yang dipajang di akun sosial media. Selain itu, juga ada sistem jual beli pre order, dimana pembeli harus melunasi atau mebayar uang muka akan tetapi belum ada barangnya. Bagaimana fiqih menjawabnya?
Jika melihat contoh kejadian diatas, maka hal tersebut termasuk dalam sistem bai’us salam (jual beli dengan cara inden/pesan). Sistem jual beli ini diperbolehkan dalam syariat islam berdasarkan dalil-dalil nash dari Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’. Allah Swt., berfirman dalam Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang telah ditentukan, hendaklah kamu menulisnya”. (Al-Baqarah/2:282)
Dalam satu hadis diriwayatkan bahwasanya ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, penduduk Madinah biasa memesan buah kurma dengan waktu satu atau dua tahun. Akan tetapi dengan kesederhanaan transaksi dan belum berkembangnya teknologi maka konsep yadan bi yadin dan bertemunya antara penjual dan pembeli sangat memungkinkan untuk dilaksanakan.
Para imam mujtahid dalam menetapkan hukum selalu berdasarkan zaman dan keadaan dimana mereka hidup. Seperti syarat jual beli di atas, mereka menetapkan hukum tersebut karena masih kurangnya peradaban dan perkembangan pemikiran tentang teknologi di masa itu, akan sangat berbeda apabila ditarik ke zaman sekarang dimana kecanggihan teknologi sangat memudahkan sesorang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika pada zaman sekarang ketetapan hukum fiqih dipaksakan sesuai teks maka konsep kemashlahatan bagi ummat tidak akan pernah terjadi dan segala muamalah yang dilakukan ummat muslim akan gagal.

Hukum Jual Beli Online
Konsep utama dalam fiqih adalah kemashlahatan umat, redaksi nash yang diambil sebagai patokan hukum fiqih selamanya tetap, akan tetapi maknanya yang muta’addidah (terbarui), dan harus tetap mengandung sifat ma’kulatul makna, artinya segala sesuatu dapat diterima oleh rasio (al-aqlu as-shahih). Selama konsep tersebut dapat dijalankan dengan benar, maka umat muslim akan merasakan kemashlahatan dalam bermuamalah.
Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi, akad jual beli bisa dilaksanakan tanpa ada pertemuan antar penjual dan pembeli dapat dilakukan via chatting dan transaksinya bisa dialaksanakan secara online, apakah akad seperti itu diperbolehkan?. Menurut saya tentu saja itu diperbolehkan, jual beli ini bisa kita sebut dengan bai’us salam, tentunya dengan syarat terdapat aturan-aturan dan kesepakatan antar keduanya demi menjaga kemashlahatan dan kenyamanan dalam bertransaksi. Terlebih sekarang kita sedang menghadapi pandemi covid-19 yang mengharuskan kita untuk tetap di rumah saja, sistem jual beli seperti ini sangat membantu bagi masyarakat.

_Alumni Santri Nurul Islam Karangcempka dan Crew nuriska.id

Bagikan